BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar
bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah diwujudkan dengan adanya
interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks
penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya
secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang
pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional,
tampaknya belum dapat direalisasi-kan secara maksimal. Salah satu masalah yang
dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses
pembelajaran.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Kegiatan belajar
berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar
suasana kelas lebih hidup. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah
Cooperative Learning.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari Cooperative Learning ?
2.
Bagaimanakah konsep dari Cooperative Learning ?
3.
Apakah tujuan dari Cooperative Learning ?
4.
Bagaimanakah pendekatan dalam Cooperative Learning ?
5.
Bagaimanakah kelebihan dan kelemahan Cooperative Learning ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Cooperative Learning.
2.
Untuk mengetahui konsep dari Cooperative Learning.
3.
Untuk mengetahui tujuan dari Cooperative Learning.
4.
Untuk mengetahui pendekatan dalam Cooperative Learning.
5.
Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan Cooperative Learning.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Cooperative Learning
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai
satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif lebih dikenal dengan
istilah cooperative learning yaitu pembelajaran berkelompok yang
diselenggarakan sedemikian rupa sehingga tiap-tiap siswa terlibat setiap saat
dalam kelompoknya dan siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang
mereka miliki.
Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada pendekatan konstruktivis. Cooperative
Learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam Cooperative Learning, belajar
dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pelajaran.
Pada Cooperative Learning diajarkan keterampilan-keterampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti
menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi
pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok,
tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun
dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang
heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan
siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima
perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.[1]
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning
(pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang
menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong,
yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh
dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu
kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk
mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada
umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.[2]
Jadi, cooperative learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan
pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif-efisien, ke arah mencari
atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu (sharing)
sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif (survive).
Cooperative learning ini bukan bermaksud untuk menggantikan pendekatan
kompetitif (persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik bila diterapkan
secara sehat.
Pendekatan kooperatif ini adalah sebagai salah satu alternatif
dalam mengisi kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagian siswa saja yang akan
bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam
ketidaktahuannya. Tidak sedikit siswa yang kurang pengetahuan merasa malu bila
kekuranggannya di-expose. Kadang-kadang motivasi persaingan akan menjadi kurang
sehat bila para murid saling menginginkan agar siswa lainnya tidak mampu,
katakanlah dalam menjawab soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah yang
dirasa perlu untuk mengalami improvement (perbaikan).
B.
Konsep Cooperative Learning
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative
Learning, yaitu :
a.
Penghargaan kelompok
Cooperative Learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok
mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan
hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling
peduli.
b.
Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari
semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada
aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk
menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
c.
Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative Learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang
terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk
berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus
diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1.
Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada
usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif,
pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2.
Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut
prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa
bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam
model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan
tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa
dilaksanakan.
3.
Tatap muka
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap
kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi
yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4.
Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar
dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu
kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun,
proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional
para siswa.
5.
Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka
agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Beberapa
ciri dari pembelajaran kooperatif adalah :
1. Setiap anggota memiliki peran
2. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara
siswa
3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas
belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
4. Guru membantu mengembangkan
keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok
5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan [3]
C.
Tujuan
Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan
kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan
individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu:
1.
Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup
beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas
akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul
dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini
telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan
dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada
siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan
tugas-tugas akademik.
2.
Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif
adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras,
budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif
memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk
bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3.
Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif
adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini
banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.[4]
D.
Pendekataan
dalam Cooperative Learning
Walaupun prinsip dasar Cooperative Learning
tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Ada lima
pendekatan pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.
Student Teams
Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan Cooperative Learning
yang paling sederhana. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe
STAD:
a.
Guru
menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
b.
Guru memberikan
tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor
awal.
c.
Guru membentuk
beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa dengan
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota
kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbedaserta kesetaraan jender.
d.
Bahan materi
yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi
dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan
pemahaman materi.
e.
Guru
memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan
pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f.
Guru memberikan
tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g.
Guru memberi
penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).[5]
2.
Investigasi
Kelompok
Investigasi kelompok mungkin merupakan model
Cooperative Learning yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan.
Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Berbeda dengan STAD dan
jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun
bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan
struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada
guru.
Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang
heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik
tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan
penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan
dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
3.
Pendekatan
Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen
dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain,
namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang
dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur
kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada
seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk.
Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling
membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif,
daripada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk
meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk
mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur
yang terkenal adalah think-pair-share dan numbered-head-together (NHT), yang
dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek
pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time
token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan
keterampilan sosial.
Langkah-langkah penerapan NHT:
a.
Guru
menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
b.
Guru memberikan
kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau awal.
c.
Guru membagi
kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap
anggota kelompok diberi nomor atau nama.
d.
Guru mengajukan
permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
e.
Guru mengecek
pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk
menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil
jawaban dari kelompok.
f.
Guru
memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan
penegasan pada akhir pembelajaran.
g.
Guru memberikan
tes/kuis kepada siswa secara individual.
h.
Guru memberi
penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya(terkini).[6]
4.
Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan
diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan
kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.
Cooperative Learning tipe jigsaw adalah suatu
tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah
sebagai berikut:
a.
Guru membagi
suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 –
6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi,
sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
b.
Setelah siswa
berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan
presentasi masing-masing kelompok atau dilakukanpengundian salah satu kelompok
untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat
menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
c.
Guru memberikan
kuis untuk siswa secara individual.
d.
Guru memberikan
penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).
e.
Materi
sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran
f.
Perlu
diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu
dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai.[7]
5.
Team Assited
Individualization atau Team Accelarated Instruction
Pembelajaran kooperatif tipe Team Assited
Individualization (TAI) ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan
keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini
dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.
Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih
banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah
setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah
dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok
untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab
bersama.
Langkah-langkah pmbelajaran kooperatif tipe TAI
sebagai berikut.
a.
Guru memberikan
tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang
sudah dipersiapkan oleh guru.
b.
Guru memberikan
kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor
awal.
c.
Guru membentuk beberapa
kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
d.
Siswa dengan
kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah)
Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
kesetaraan jender.
e.
Hasil belajar
siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok,
setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
f.
Guru
memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan
penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
g.
Guru memberikan
kuis kepada siswa secara individual.
h.
Guru memberi
penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).[8]
E.
Kelebihan
dan Kelemahan Cooperative Learning
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan,
termasuk model pembelajaran kooperatif karena tidak ada yang paling tepat untuk
dipakai pada semua karakteristik siswa, materi dan lain lain. Kelebihan cooperative
learning antara lain :
♫ Tidak terlalu
menggantungkan pada guru atau dosen, akan tetapi dapat menambah kepercayaan
kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan
belajar dari siswa yang lain.
♫ Dapat
mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara
verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
♫ Dapat membantu
anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya
serta menerima segala perbedaan.
♫ Membantu
memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
♫ Dapat
meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar
abstrak menjadi nyata (riil).
♫ Interaksi
selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan
untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.
Adapun kelemahannya antara lain yaitu :
Ò Penilaian yang
diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu
menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi
setiap individu siswa.
Ò Keberhasilan
model pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok
memerlukan periode waktu yang cukup panjang.
Ò Walaupun
kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan
tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan
secara individual.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di
sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang
sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses
pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning
diantaranya adalah sebagai berikut :
- Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
- Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
- Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
- Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar
pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka
upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
- Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
- Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
- Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
- Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.[9]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Coperative learning yaitu pembelajaran berkelompok yang
diselenggarakan sedemikian rupa sehingga tiap-tiap siswa terlibat setiap saat
dalam kelompoknya dan siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang
mereka miliki.
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative
Learning, yaitu :
Ä Penghargaan
kelompok
Ä Pertanggungjawaban
individu
Ä Kesempatan yang
sama untuk mencapai keberhasilan
Tujuan Cooperative Learning:
v Memperbaiki prestasi akademik siswa atau tugas-tugas
akademis penting lainnya dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil
belajarPenerimaan terhadap perbedaan individu
v Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi
siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling
bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan
kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
v Mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja
sama, bersosial dan kolaborasi.
Ada lima
pendekatan pembelajaran kooperatif,
yaitu :
1.
Student Teams
Achievement Division (STAD)
2.
Investigasi
Kelompok
3.
Pendekatan
Struktural
4.
Jigsaw
5.
Team Assited
Individualization atau Team Accelarated Instruction
Kelebihan cooperative learning antara lain :
Ë Tidak terlalu
menggantungkan pada guru atau dosen, akan tetapi dapat menambah kepercayaan
kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan
belajar dari siswa yang lain.
Ë Dapat
mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara
verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
Ë Dapat membantu
anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya
serta menerima segala perbedaan.
Kelemahannya antara lain yaitu :
Ò Penilaian yang
diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu
menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi
setiap individu siswa.
Ò Keberhasilan
model pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok
memerlukan periode waktu yang cukup panjang.
Ò Walaupun
kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan
tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan
secara individual.
DAFTAR
PUSTAKA
Anita Lie. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2004. Model
– Model Pembelajaran. Bandung : SMP Kartika XI.
Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran
Kelompok. Bandung : Alfabeta.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain.
1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
[1]Isjoni.
Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. (Bandung :
Alfabeta, 2007) Hal : 20-25
[2]
Anita Lie. Cooperative Learning. (Jakarta : Grasindo, 2002) Hal : 15
[3] Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta :
Rineka Cipta, 1995) Hal : 33 - 37
[4] Syaiful
Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Bandung : Alfabeta, 2006) Hal :
25 - 27
[5] Dinas Pendidikan Kota
Bandung. Model – Model Pembelajaran. (Bandung : SMP Kartika XI, 2004)
Hal : 47
[9] Slameto.
Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Jakarta : Rineka Cipta,
1991) Hal : 46