Minggu, 24 Juni 2012

COOPERATIVE LEARNING


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah  diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasi-kan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah Cooperative Learning.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari Cooperative Learning ?
2.      Bagaimanakah konsep dari Cooperative Learning ?
3.      Apakah tujuan dari Cooperative Learning ?
4.      Bagaimanakah pendekatan dalam Cooperative Learning ?
5.      Bagaimanakah kelebihan dan kelemahan Cooperative Learning ?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari Cooperative Learning.
2.      Untuk mengetahui konsep dari Cooperative Learning.
3.      Untuk mengetahui tujuan dari Cooperative Learning.
4.      Untuk mengetahui pendekatan dalam Cooperative Learning.
5.      Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan Cooperative Learning.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Cooperative Learning
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif lebih dikenal dengan istilah cooperative learning yaitu pembelajaran berkelompok yang diselenggarakan sedemikian rupa sehingga tiap-tiap siswa terlibat setiap saat dalam kelompoknya dan siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki.
Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada pendekatan konstruktivis. Cooperative Learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam Cooperative Learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Pada Cooperative Learning diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.[1]
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.[2]
Jadi, cooperative learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif-efisien, ke arah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif (survive). Cooperative learning ini bukan bermaksud untuk menggantikan pendekatan kompetitif (persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik bila diterapkan secara sehat.
Pendekatan kooperatif ini adalah sebagai salah satu alternatif dalam mengisi kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagian siswa saja yang akan bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam ketidaktahuannya. Tidak sedikit siswa yang kurang pengetahuan merasa malu bila kekuranggannya di-expose. Kadang-kadang motivasi persaingan akan menjadi kurang sehat bila para murid saling menginginkan agar siswa lainnya tidak mampu, katakanlah dalam menjawab soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah yang dirasa perlu untuk mengalami improvement (perbaikan).
B.     Konsep Cooperative Learning
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning, yaitu :
a.       Penghargaan kelompok
Cooperative Learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
b.      Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
c.       Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative Learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1.      Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2.      Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3.      Tatap muka
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4.      Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5.      Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah :
1.      Setiap anggota memiliki peran
2.      Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
3.      Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
4.      Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok
5.      Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan [3]
C.    Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu:
1.      Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2.      Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3.      Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.[4]
D.    Pendekataan dalam Cooperative Learning
Walaupun prinsip dasar Cooperative Learning tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Ada lima pendekatan pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.      Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan Cooperative Learning yang paling sederhana. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
a.       Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada  siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b.      Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
c.       Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbedaserta kesetaraan jender.
d.      Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi.
e.       Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f.       Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g.      Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).[5]

2.      Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok mungkin merupakan model Cooperative Learning yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru.
Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
3.      Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang terkenal adalah think-pair-share dan numbered-head-together (NHT), yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial.
Langkah-langkah penerapan NHT:
a.       Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b.      Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau awal.
c.       Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
d.      Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
e.       Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f.       Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
g.      Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
h.      Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya(terkini).[6]

4.      Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.
Cooperative Learning tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.
Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut:
a.       Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
b.      Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukanpengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
c.       Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
d.      Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
e.       Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi  pembelajaran
f.       Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.[7]
5.      Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction
Pembelajaran kooperatif tipe Team Assited Individualization (TAI) ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.
Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah pmbelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut.
a.       Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b.      Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c.       Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
d.      Siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
e.       Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
f.       Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
g.      Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
h.      Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).[8]

E.     Kelebihan dan Kelemahan Cooperative Learning
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan, termasuk model pembelajaran kooperatif karena tidak ada yang paling tepat untuk dipakai pada semua karakteristik siswa, materi dan lain lain. Kelebihan cooperative learning antara lain :
      Tidak terlalu menggantungkan pada guru atau dosen, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan belajar dari siswa yang lain.
      Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
      Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
      Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
      Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).
      Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

Adapun kelemahannya antara lain yaitu :
Ò Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
Ò Keberhasilan model pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.
Ò Walaupun kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
  2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
  3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
  4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
  5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
  1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
  2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
  3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
  4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
  5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.[9]






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
*      Coperative learning yaitu pembelajaran berkelompok yang diselenggarakan sedemikian rupa sehingga tiap-tiap siswa terlibat setiap saat dalam kelompoknya dan siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki.
*      Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning, yaitu :
Ä  Penghargaan kelompok
Ä  Pertanggungjawaban individu
Ä  Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
*      Tujuan  Cooperative Learning:
v  Memperbaiki prestasi akademik siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajarPenerimaan terhadap perbedaan individu
v  Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
v  Mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama, bersosial dan kolaborasi.
*      Ada lima pendekatan pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.      Student Teams Achievement Division (STAD)
2.      Investigasi Kelompok
3.      Pendekatan Struktural
4.      Jigsaw
5.      Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction

*      Kelebihan cooperative learning antara lain :
Ë Tidak terlalu menggantungkan pada guru atau dosen, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan belajar dari siswa yang lain.
Ë Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
Ë Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
*      Kelemahannya antara lain yaitu :
Ò Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
Ò Keberhasilan model pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.
Ò Walaupun kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual.









DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2004. Model – Model Pembelajaran. Bandung : SMP Kartika XI.
Isjoni. 2007. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung : Alfabeta.
Slameto. 1991.  Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.


[1]Isjoni. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. (Bandung : Alfabeta, 2007) Hal : 20-25
[2] Anita Lie. Cooperative Learning. (Jakarta : Grasindo, 2002) Hal : 15
[3] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : Rineka Cipta, 1995) Hal : 33 - 37
[4] Syaiful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Bandung : Alfabeta, 2006) Hal : 25 - 27
[5] Dinas Pendidikan Kota Bandung. Model – Model Pembelajaran. (Bandung : SMP Kartika XI, 2004) Hal : 47
[6] Ibid, Hal : 49
[7] Ibid, Hal : 50
[8] Ibid, Hal : 51
[9] Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Jakarta : Rineka Cipta, 1991) Hal : 46